BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia awal diplomasi
dimulai pada saat adanya Vacuum of Power di Asia Tenggara,sewaktu menyerahnya
Jepang, kemudian Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Sesuai teori
berdirinya sebuah negara, maka harus ada warga negara, wilayah, pemerintah, dan
pengakuan dari negara lain. Ketiga unsur pertama sudah ada, tinggal pengakuan
dari negara lain. Dapat dikatakan perjanjian Linggarjati merupakan salah satu
strategi Indonesia untuk memperkokoh eksistensinya di dunia internasional dan
menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia itu nyata adanya.Dalam bulan-bulan
terakhir peperangan di Pasifik, oleh Sekutu di putuskan bahwa yang diutamakan
adalah penyerbuan ke Negara Jepang. Penyerbuan itu ditugaskan kepada Jenderal
Mac.Arthur, sedangkan tanggung jawab seluruh
wilayah Hindia¬Belanda, diserahkan kepada Laksamana Mounbatten, yang
bertaggung jawab atas Sumatra. Akan
tetapi MacArthur berkeberatan dan minta supaya Mountbatten menunggu sarnpai
Jepang menandatangani dokumen-dokumen penyerahan di Tokyo karena MacArthur
khawatir satuan-satuan Jepang akar rnengadakan perlawanan sebelum Jepang resmi
menyerah. Para kepala staf Inggris di London setuju dengan MaeArthur. Jepang
menandatangani dokumen-dokumen penyerahan pada tanggal 2 September 1945.
Tentara Inggris baru mendarat
di Jakarta pada tanggal 26 September 1945. Tenggang waktu antara Proklamasi
Kemerdekaan dan kedatangan tentara Inggris satu setengah bulan. Hal ini membawa
tiga keuntungan bagi Republik Indonesia. Pertama, api repolusi membara di
seluruh Indonesia. Kedua, memberi kesempatan kepada republik untuk
mengorganisasi pemerintahannya dan menyusun kekuatan fisiknya. Ketiga, selama
di markas besarnya di Kandy, Sri Lanka, Mountbatten mulai menyadari bahwa
informasi yang diterimanya dari sumber-sumber Belanda mengenai keadaan di Indonesia
sama sekali tidak cocok dengan kenyataan Van Mook, Letnan Gubemur Jenderal
Hindia-Belanda, antara lain melaporkan bahwa kemerdekaan Indonesia di
Proklamasikan oleh Ir. Soekarno dan di bantu oleh Panglima Tertinggi Jepang di Jawa pada
tanggal 17 Agustus 1945.Syukurlah Mountbatten menerima laporan dari dua perwira
Inggris yaitu LetKol. Maisy dan Wing-Commader. Davis, Maisy adalah seorang
dokter di beberapa rumah sakit untuk tawanan perang di dekat Jakarta, dan Davis
adalah komandan beberapa kamp tahanan perangsekitar Pekan Baru. Untuk
menjalankan tugasnya mengadakan inspeksi, mereka diizinkan oleh Komandan Jepang
untuk berkeliling. Davis mengunjungi cumah-rumah sakit dan Maisy mengunjungi
tempat tahanan perang. Mereka melaporkan betapa mendalann dan luas api
nasionalisme membara sejak Belanda menyerah kepada Jepang. Tuntutan Bangsa
Indonesia tidak boleh dikurangi dari seratus persen merdeka. Mountbatten
menentukan garis kebijakan, yakni tentara Inggris tidak akan campur tangan
dalam perselisihan politik RI dan Belanda (seperti dituntut oleh Belanda).
Tugas tentara Inggris terbatas pada pembebasan tahanan-tahanan Sekutu, sipil
dan Militer, serta memerintahkan penyerahan tentara Jepang, melucuti dan
mengembalikan mereka ke Jepang. Tentara Inggris tidak bertugas menegakkan
kembali. Pemerintah Hindia - Belanda tetap bersedia membantu supaya pihak
Belanda dan pihak Indonesia mencapai persetujuan politik. Segera setelah
satuan-satuan tentara Inggris mendarat, komandannya berhubungan dengan
pejabat-pejabat RI untuk menerangkaan
maksud dan tujuan kedatangan tentara Inggris dan minta bantuan dalam
menjalankan tugasnya. Pendaratan satuan-satuan tentara Inggris pada awalnya
jarang menimbulkan bentrokan dengan pemuda-pemada kita, sekalipun mereka sudah
panas karena menyangka lnggris datang untuk menegakkan kembali Pemerintah
Belanda. Pertempuran baru terjadi di
Surabaya pada saat tentara Inggris mendarat. lni disebabkan karena tindakan
komandannya yang tidak bijaksana, dengan menyebarkan selembaran-selembaran.
yang berisi perintah untuk menyerahkan semua senjata yang berada ditangan
orangsipil kepada tentara Inggris.
Masuknya
AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status quo'
di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda,
seperti contohnya Peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi
penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia, oleh
sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan
Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal
karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa,Sumatera dan
Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura
saja. Peluang berunding dengan Belanda terbuka lagi ketika Inggris mengangkat
Lord Killearn sebagai utusan istimewa Inggris di Asia Tenggara, sekaligus
penengah konflik Indonesia-Belanda. Konsulat Inggris di Jakarta mengumumkan,
selambat-lambatnya pada 30 November 1946 tentara Inggris akan meninggalkan
Indonesia . Kabinet baru Belanda kemudian mengutus Schermerhorn sebagai Komisi
Jenderal untuk berunding dengan Indonesia. Schermerhorn dibantu tiga anggota:
Van Der Poll, De Boer, dan Letnan Gubernur Jenderal H.J. Van Mook. Perundingan
inilah yang kemudian terjadi di Linggarjati dan disebut sebagai perjanjian
Linggarjati.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana proses terjadinya
Perundingan Linggarjati ?
2.
Bagaimana proses terjadinya
Perundingan Politik ?
3.
Bagaimana hasil dari
perundingan Linggarjati ?
1.3 Tujuan
Tujuan Utama dari pembuatan makalah ini adalah
untuk menganalisis Perundingan Linggarjati. Tujuan khususnya yaitu untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah Sejarah Nasional Indonesia V.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Proses terjadinya perundingan Linggarjati
Di Indonesia awal diplomasi dimulai pada saat adanya
Vacuum of Power di Asia Tenggara, sewaktu menyerahnya Jepang. Kemudian
Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Sesuai teori berdirinya sebuah
negara, maka harus ada warga negara, wilayah, pemerintah, dan pengakuan dari
negara lain. Ketiga unsur pertama sudah ada, tinggal pengakuan dari negara
lain. Dapat dikatakan perjanjian Linggarjati merupakan salah satu strategi
Indonesia untuk memperkokoh eksistensinya di dunia internasional dan menyatakan
bahwa kemerdekaan Indonesia itu nyata adanya. Terbentuknya Perjanjian
Linggarjati tentunya tidak dapat dilepaskan dari latar belakang internasional
dan nasional. Keadaan dunia pasca perang Pasifik dapat dikatakan masih belum
stabil. Sekutu mulai berdatangan untuk menarik mundur seluruh pasukan Jepang
yang ada dalam kawasan Hindia-Belanda, yang awalnya dipimpin oleh Jenderal Mac
Arthur, lalu kemudian diserahkan oleh Laksamana Mountbatten. Pengiriman Tentara
Inggris ke Indonesia dapat dikatakan relatif lama, yakni pada tanggal 26
September 1945 atau satu setengah bulan sejak diproklamirkannya kemerdekaan
Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Namun dibalik itu, justru keadaan
seperti inilah yang menguntungkan Indonesia. Pertama, api revolusi membara di seluruh
Indonesia. Kedua, hal ini memberi kesempatan kepada Indonesia untuk
mengorganisasi pemerintahnya dan menyusun kekuatan fisiknya. Dan ketiga,
Laksamana Mountbatten menyadari bahwa keadaan yang dilaporkan oleh pihak
Belanda tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Akhirnya, berdasarkan
laporan dari para informan Inggris, Laksamana Mountbatten mengetahui bahwa
telah berkobarnya semangat nasionalisme yang sangat tinggi pemuda-pemuda
Indonesia untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia seutuhnya. Selain itu,
Mountbatten juga menyadari bahwa Indonesia dan Belanda sedang bersitegang
mengenai permasalahan itu. Oleh karenanya, Mountbatten menentukan garis
kebijakan, yakni tentara Inggris tidak akan campur tangan dalam perselisihan
politik RI dan Belanda (seperti di tuntut Belanda). Tugas tentara Inggris
sebenarnya adalah sebagai Recovery of Allied Prisoners of War Internees
(RAPWI), terbatas pada pembebasan tahanan-tahanan sekutu, sipil, militer, serta
memerintahkan penyerahan tentara Jepang, melucuti dan mengembalikan mereka ke
Jepang . Walaupun begitu, pemerintah Hindia-Belanda tetap berusaha membantu
supaya pihak Belanda dan Pihak Indonesia mencapai persetujuan Politik. Segera
setelah satuan-satuan tentara Inggris mendarat, Inggris dibawah Jendral Sir
Philip Christison pimpinan AFNEI (Allied Forces In the Nederland East Indies).
Dalam menjalankan tugasnya melucuti tentara Jepang, meminta bantuan para
pemimpin Indonesia sebenarnya dianggap bertentangan dengan instruksi yang
diberikan/diperoleh, yaitu jadinya mengakui Indonesia sebagai negara yang
legal/merdeka.
Pada 14 November 1945, sistem presidensial diubah menjadi
sistem parlementer. Sjahrir diangkat sebagai perdana menteri pertama. Tak
berapa lama setelah pengangkatan Sjahrir, Inggris mengajak berunding. Namun
sayangnya kabinet Sjahrir menjawab dengan maklumat, bahwa Indonesia tidak sudi
berunding selama Belanda berpendirian masih berdaulat di Indonesia. Menanggapi
reaksi dari Indonesia, Belanda lalu memblokade Jawa dan Madura. Tapi Sjahrir
melakukan diplomasi cerdik. Meskipun dilanda kekurangan pangan, Sjahrir
memberikan bantuan beras ke India pada Agustus 1946. Tindakan Sjahrir ini
membuka mata dunia. Semula Belanda enggan melakukan kontak dengan pihak
Republik karena paksaan Inggris karena serta opini dunia, Belanda dengan berat
hati terpaksa menghadapi Indonesia di meja perundingan. Seperti bermain catur,
sedikit demi sedikit Sjahrir terus mencoba menekan pemerintah Belanda melalui
diplomasi. Ia terus-menerus mengupayakan agar Indonesia dan Belanda duduk di
meja perundingan. Kesempatan pertama datang dalam perundingan di Hoge Veluwe,
Belanda, 14-16 April 1946. Ketika itu Indonesia mengajukan tiga usul: pengakuan
atas Republik Indonesia sebagai pengemban kekuasaan di seluruh bekas Hindia
Belanda, pengakuan de facto atas Jawa dan Madura, serta kerja sama atas dasar
persamaan derajat antara Indonesia dan Belanda. Usul itu ditolak Belanda.
Peluang berunding dengan Belanda terbuka lagi ketika Inggris
mengangkat Lord Killearn sebagai utusan istimewa Inggris di Asia Tenggara,
sekaligus penengah konflik Indonesia-Belanda. Konsulat Inggris di Jakarta
mengumumkan, selambat-lambatnya pada 30 November 1946 tentara Inggris akan
meninggalkan Indonesia . Kabinet baru Belanda kemudian mengutus Schermerhorn
sebagai Komisi Jenderal untuk berunding dengan Indonesia. Schermerhorn dibantu
tiga anggota: Van Der Poll, De Boer, dan Letnan Gubernur Jenderal H.J. Van
Mook.
Perjanjian Linggarjati didahulukan oleh perundingan di Hoge
Voluwe. Negeri Belanda dari tanggal 14 sampai dengan 24 April 1946 berdasarkan
suatu rancangan yang disusun oleh Sjahrir, perdana menteri dalam Kabinet
Sjahrir II. Sebelumnya tanggal 10 Februari 1946, sewaktu Sjahrir menjabat
perdana menteri dalam Kabinet Sjahnr I, Van Mook telah menyampaikan kepada
Sjahrir rencana Belanda, yang berisi pembentukan negara persemakmuran
Indonesia, yang terdiri atas kesatuan-kesatuan yang mempunyai otonomi dari
berbagai tingkat negara persemakanuran mejadi bagian dari Kerajaan Belanda.
Bentuk politik ini hanya berlaku untuk waktu terbatas, setelah itu peserta
dalam Kerajaan dapat menentukan apakah hubungannya akan dilanjutkan berdasarkan
kerja sama yang bersifat sukarela.
Sementara itu pernerintah Inggris mengangkat seorang Diplomat tingkat tinggi. Sir Archibald Clark Kerr (yang kemudian diberi gelar Lord Inverchapel), untuk bertindak sebagai ketua dalam perundingan Indonesia-Belanda.
Sementara itu pernerintah Inggris mengangkat seorang Diplomat tingkat tinggi. Sir Archibald Clark Kerr (yang kemudian diberi gelar Lord Inverchapel), untuk bertindak sebagai ketua dalam perundingan Indonesia-Belanda.
Segera setelah terbentuknya Kabinet Sjahrir II, Sjahrir
membuat usul-usul tandingan. Yang penting dalam usul itu ialah bahwa (a)
Republik Indonesia diakui sebagai negara berdaulat yang meliputi dacrah bekas
Hindia-Belanda, dan (b) antara negeri Belanda dan RI dibentuk federasi.
Jelaslah bahwa usul ini bertentangan dengan usul Van Mook. Setelah
diadakan perundingan antara Van Mook dan Sjahrir dicapai kesepakatan ;
- Rancangan
persetujuan diberikan bentuk sebagai Perjanjian Indonesia Intemasional
dengan "Preambule"
- Pemerintah
Belanda mengakui kekuasaan de facto republik atas Pulau Jawa dan Sumatra
Pada rapat pleno tanggal 30 Maret 1946 Van Mook menerangkan
bahwa rancangannya merupakan usahanya pribadi tanpa diberi kekuasaan oleh
pemerintahanya. Maka diputuskan bahwa Van Mook akan pergi ke negeri Belanda,
dan kabinet rnengirim satu delegasi ke Negeri Belanda yang terdiri atas
Soewandi. Soedarsono dan Pringgodigdo. Perundingan diadakan tanggal 14-24 April
1946. Pada hari pertama ternyata perundingan sudah mencapai deadlock, Belanda
menganggap dirinya sebagai negara pemegang kedautalatanatas Indonesia.
Perundingan di Hoge Voluxve merupakan kegagalan akan tetapi
pengalaman yang diperoleh dan perundingan Hoge Voluwe ternyata berguna dalam
perianjian Linggarjati.
2.2 Perundingan
Politik
Perundingan politik dimulai di Jakarta, tempatnya bergantian
antara Istana Rijswijk (sekarang Istana Negara) tempat penginapan anggota
Komisi Jenderal dengan tempat kediaman resmi Sjahrir, jalan Pegangsaan Timur
(sekarang Jalan Proklamasi) 56. Perundingan di tempat kediaman Sjahrir dipimpin
oleh Sehermerhom sdangkan perundingan di Istana Rijswijk dipimpin oleh Sjahrir.
Sebagai dasar perundingan dipakai rancangan persetujuan yang merupakan
kombinasi rancangan Delegasi Belanda. Perundingan di Jakarta diadakan empat
kali dengan yang terakhir tanggal 5 Nopember. Delegasi Republik Indonesia
kemudian menuju ke Yogya untuk memberi laporan kepada Presiden, Wakil Presiden
dan Kabinet dan setelah itu berangkat ke Linggarjati. Lord Killearn datang pada
tanggal 10 november dengan menumpang kapal perang inggris HMS “Verayan Bay”.
Beliau diangkat dengan perahu motor ALRI ke Cirebon, diantar dengan mobil
Linggarjati dan ditempatkan di rumah yang terletak dekat rumah penginapan
Sjahrir.Angkatan Laut Belanda telah mempersiapkan Kapal Perang H.M. “banchert”
untuk dipakai sebagai tempat penginapan Delegasi Belanda. Menjelang kedatangan
Delegasi Belanda. “Banckert” telah buang jangkar diluar pelabuhan Cirebon. Pada
tanggal 11 Nopember Delegasi Belanda datang dengan kapal terbang “Catalina” dan
dibawa ke “Banckert”. Seperti apa yang dilakukan satu hari sebelumnya perahu
ALRI datang untuk menjemput Delegasi Belanda Komandan Banckert menolak dan
minta Delegasi diangkat dengan perahu patroli “Banckert”. Hal ini ditolak oleh
Komandan perahu motor ALRI. Akhirnya persoalan ini dipecahkan dengan
diperkenankannya Delegasi Belanda diangkat perahu Patroli “Banckert” tetapi dikawal
oleh perahu motor ALRI.
Insiden di atas menggambarkan kesulitan-kesulitan vang
dihadapi oleh pejabat-pejabat Indonesia. Keterbatasan dihampir semua bidang
seperti kendaraan, alat komunikasi, perumahan mengakibatkan hampir mustahil
bagi Gubernur Jawa Barat, Residen Cirebon, Bupati Kuningan. Bupati Cirebon, dan
Komandan Militer Daerah menjalankan tugasnya menjaga keamanan para pejabat tinggi
Indonesia dan asing. Kenyataan bahwa selama perundingan tidak terjadi insiden
patut dikagumi dan dipuji Tentu saja disiplin rakyat tentang pentingnya
perundingan sangat membantu para pejabat dalam menjalarkan tugasnya.
1.Perundingan Pertama
Karena insiden Banckert" seperti diuraikan diatas,
Delegasi Belanda baru sampai di Linggarjati pukul 11:00 dan karena harus
kembali ke "Banckert" jam setengah lima sore, maka perundingan hari
itu hanya singkat saja, yakni tiga setengah jam. Schemerhom memutuskan tinggal
di Linggarjati karena berpendapat akan .menimbulkan kesan kurang baik pada
kalangan Indonesia jika la kembali ke "Banckert", Kecuali itu ia
berpendapat bahiva ia harus memenuhi undangan Presiden untuk makan malam. ia
dapat bertukar pikiran dengan Presiden dan menikmati pertunjukan kesenian
angklung.
2.Perundingan Kedua
Sementara itu, Delegasi Indonesia pagi-pagi berkumpul
ditempat kediaman Sjahrir untuk mempersiapkan perundingan hari itu Pasal-pasal
rancangan persetujuan dibahas dan direncanakan alasan- alasan vang akan
diusulkan. Perundingan hari itu berjalan sangat alot dan berlangsung hampir 9 jam.
Dua soal tidak dapat dicapai kesepakatan, yakni soal Perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri dan soal kedaulatan Negara Indonesia Serikat. Dalam
soal pertama terutama Sjahrir, mendesak supaya Belanda menerima usul bahwa
Republik Indonesia mempunyai wakil-wakilnya sendiri diluar negeri. Ia berusaha
meyakinkan pihak Belanda bahwa perwakilan ini terkait pada diakuinya Republik
defacto, yang sudah di setujui oleh pihak Belanda. Pihak Belanda sangat keras
menolak tuntutan dengan alasan bahwa dengarn demikian Republik dan Belanda
dalam hubungan Internasional akan sama derajattnya. Mengenai soal kedua juga
tidak ada kesepakatan. Delegasi Indonesia menuntut agar Indonesia Serikat
menjadi negara berdaulat, bukan negara merdeka, seperti dinyatakan dalam rancangan
perjanjian yang di pakai sebagai dasar perundingan. Malam itu undangan
Presiden, Delegasi Belanda berkunjung ke rumah Presiden di Kuningan.
Sjahrir tidak hadir karena sangat lelah dan karena mengira kunjungan Belanda
hanya merupakan kunjungan kehormatan. Atas pertanyaan Persiden jalannya
perundingan, Van Mook menjelaskan bahwa tercapainya kesepakatan mengenai satu
soal saja yakni usul Delegasi Indonesia untuk mengubah kata "Merdeka"
dibelakang kata "berdaulat" artinya, yang diusulkan oleh Delegasi
Indonesia adalah agar NIS akan menjadi negara berdaulat. Lebih lanjut ia
menerangkan bahwa selama perundingan Delegasi Belanda berkeberatan atas
perubahan itu, tetapi setelah dibicarakan antara mereka sendiri, mereka akhimya
dapat menyetujui asul pihak Indonesia.
Van Mook tidak mengutarakan bahwa masih ada soal lain yang
belum di pecahkan, yakni perwakilan Republik Indonesia diluar negeri. Tetapi la
kemudian segera menanyakan kepada Presiden apakah dengan diterimanya oleh pihak
Belanda perubahan "mereka" menjadi "Berdaulat" Presiden
dapat menyetujui Rancangan Perjanjian seluruhnya. Atas pernyataan itu Presiden
menjawab dengan nada antusias bahwa la dapat menyetujuinya. Pertemuan tersebut
kemudian berakhir. A.K.Gani dan Amir Sjarifuddin segera melaporkan kepada Sjahrir
sangat menyesalkan bahwa Presiden sudah menyetujui Rancangan Perjanjian
Linggarjati, padahal soal perwakilan Republik di luar negeri belum diputuskan.
Tetapi Sjahrir tunduk pada keputusan Presiden. Maka waktu Schemerhorn datang
dan mengusulkan untuk diadakan rapat pleno dan diketuai Killearn, Sjahrir pun
menyetujuinya. Rapat pleno diadakan pukul 10.30 malarn dengan Killearn sebagai
ketua rapat yang menyatakan kegembiraannya atas tercapainya kesepakatan kedua
Delegasi.
Hari berikutnya tanggal 13 Nopember, diadakan rapat antara
kedua Delegasi. Sebelumnya Sjahrir telah bertemu dengan Presiden Soekarno yang
tampak santai. Ia hanya mengusulkan agar dimasukan dalam rancangan perjanjian
satu pasal yakni pasal mengenao arbitrase yang diterima oleh Schermerhom.
Dengan dimasukannya pasal arbitrase terbukti pada dunia luar bahwa Republik
Indonesia dan Negara Belanda sederajat. Komisi Jenderal kemudian berangkat ke
Jakarta. Pagi tanggal 15 Nopember diadakan rapat antara kedua delegasi di
Istana Rijswijk. Walaupun begitu, Perundingan Linggarjati berlangsung juga pada
tanggal 15 November 1946. Dalam perundingan tersebut, Indonesia diwakili oleh
Sutan Syahrir, sedangkan Belanda diwakili oleh Prof. Schermerhorn. Sebagai
penengah adalah Lord Killearn dari Inggris.
2.3 Hasil dari perundingan Linggarjati
Dalam prosesnya, Perundingan
Linggarjati ini terjadi tawar-menawar di antara ke dua belah pihak tentang isi
kesepakatan. Setelah melalui empat kali rapat, pihak delegasi Belanda dan
Indonesia dapat menyimpulkan bahwa bahwa perundingan ini sudah berhasil mewujudkan
suatu naskah persetujuan antara pihak Belanda dan Indonesia, sekalipun ada
masalah-masalah yang perlu dirundingkan lebih lanjut. Maka, pada tanggal 15
November 1946 diadakan rapat yang dihadiri Indonesia dan Belanda dan yang
bertindak sebagai pemimpin rapat adalah Soetan Sjahrir. Soetan Sjahrir
mengajukan pembentukan badan banding atas pembicaraan di Linggarjati. Oleh Dr.
Van Mook diusulkan untuk menambah pada pasal ini suatu ayat tentang adanya
badan bersama yang akan bertugas untuk mewujudkan dan melaksanakan kerja sama
antara pemerintah Belanda dan Indonesia di masa depan. Saran Van Mook disetujui
rapat. Rumusan mengenai masalah tersebut akan dimuat sebagai 17 pasal dalam
Perjanjian Linggarjati.
Pasal 1
Pemerintah Belanda mengakui kenyataan kekuasaan De-facto.
Pemerintah Republik Indonesia atas Jawa, Madura dan Sumatera. Adapun
daerah-daerah yang diduduki oleh tentara Serikat atau tentara Belanda dengan
berangsur-angsur dan dengan kerjasama antara kedua belahpihak akan dimasukan
pula kesiapan daerah Republik Indonesia untuk menyelenggarakan yang demikian
itu,maka dengan segera akan dimulai melakukan tindakan yang perlu, supaya
larnbatnya pada waktu yang disebutkan dalarn pasal 12, termaksudnya
daerah-daerah yang tersebut itu telah selesai.
Pasal 2
Pemerintah Belanda dan Pernerintah Republik Indonesia
bersama¬sama menyelenggarakan segera berdirinya sebuah negara berdaulat dan
berdemokratis, yang berdasarkan perserikatan dan dinamakan Negara Indonesia
Serikat.
Pasal 3
Pemerintah Indonesia Serikat itu akan meliputi daerah
Hindia¬Belanda seluruhnya dengan ketentuan, bahwa jika kaum penduduk dari pada
suatu bagian daerah setelah dimusyawarahkan dengan lain- lain bagian daerahpun
juga, menyatakan menurut aturan Demokratis tidak atau masih belum suka masuk ke
dalam perserikatan Negara Indonesia Serikat itu, maka untuk bagian dengan
itulah diwujudkan semacam kedudukan istimewa terhadap Negara Indonesia Serikat
itu dan terhadap kerajaan Belanda.
Pasal 4
1. Adapun negara-negara yang kelak
merupakan Negazu Indonesia Serikat itu, ialah Republik Indonesia, Borneo dan
Timur Besar, yaitu dengan tidak mengurangi hak kaum penduduk dari pada sesuatu
bagian daerah, untuk menyatakan kehendaknya, menurut aturan Demokratis supaya
kedudukannya dan Negara Indonesia Serikat itu diatur dengan cara lain.
2. Dengan tidak menyalahi ketentuan di
dalam pasal 3 tadi dan di dalam ayat (1) pasal ini, Negara Indonesia Serikat
boleh mengadakan aturan istimewa tentang daerah ibu negerinya.
Pasal 5
Pasal 5
1. Undang-undang Dasar daripada Negara
Indonesia Serikat itu ditetapkan nanti oleh sebuah persidangan pembentuk
Negara, yang akan didirikan dari pada wakil-wakil Republik Indonesia dan
wakil-wakil sekutu lain yang akan termasuk kelak dalam Negara Indonesia Serikat
itu, yang wakil-wakil itu ditujukan dengan jalan Demokratis serta dengan
mengingat ketentuan ayat yang berikut dalam pasal itu.
2. Kedua belah pihak akan bermusyawarah
tentang cara turut campurnya dalam persidangan Pembentukan Negara itu oleh
Republik Indonesia, oleh daerah-daerah yang termasuk dalam daerah kekuasaan
Republik itu dan oleh golongan penduduk yang tidak cukup Perwakilannya segala
itu dengan mengingat tanggung jawab dari pada Pemerintah Belanda dan Pemerintah
Republik Indonesia masing-masing.
Pasal 6
1. Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Belanda, untuk membela peliharakan kepentingan-kepentingan bersama
dari pada Negara Belanda dan Indonesia akan bekerja sama untuk membentuk
persekutuan Belanda-Indonesia,yang terbentuknya itu kerajaan Belanda, yang
meliputi Negeri Belanda, Hindia-Belanda, Suriname dan Curocua ditukar sifatnya
menjadi persekutuan itu yang Negara Belanda, Suriname dan Curacoa satu dengan
pihak lainnya dari pada negara Indonesia Serikat.
2. Yang tersebut di atas tidaklah
mengurangi kemungkinan untuk mengadakan pula aturan kelak kemudian berkenaan
dengan kedudukan antara Negeri Belanda dengan Curacoa satu dengan lainnya.
Pasal 7
1. Untuk membela peliharakan
kepentingan yang tersebut di dalam pasal ini, persekutuan Belaa.da Indonesia
itu akan mempunyai alat-alat kelengkapan sendiri.
2. Alat-alat kelengkapan Pemerintahan
itu akan disusun oleh pemerintah Kerajaan dan Indonesia Serikat mungkin juga
oleh majelis-majelis perwakilan rakyat Negara-negara itu.
3. Adapun yang akan dianggap
kepentingan-kepentingan bersama itu ialah kerjasama daiam hat perhubungan luar
Negeri pertahanan dan seberapa perlu keuangan serta juga hal-hal ekonomi dan
kebudayaan.
Pasal 8
Dipucuk persekutuan Belanda-Indonesia itu duduklah
Belanda Keputusan-keputusan bagi mengusahakan kepentingan-kepentingan bersama
itu ditetapkan oleh alat-alat kelengkapan persekutuan itu atas nama Baginda
Raja.
Pasal 9
Untuk membela dipeliharakan kepentingan-kepentingan Negara
Indonesia Serikat di negara Belanda, dan kepentingan-kepentingan Kerajaan
Belanda dl Indonesia, maka Pemerintah masing-masing kelak mengangkat komisaris
luhur.
Pasal 10
Anggar-anggar persekutuan Belanda-Indonesia itu antara
lain-lain akan mengandung juga ketentuan-ketentuan tentang :
a) Pertanggungan hak-hak kedua belah
pihak yang satu terhadap yang lain dan jaminan jaminan kepastian kedua belah
pihak menetapi kewajiban-kewajiban yang satu kepada yang lain.
b) Hak kewarganegaraan untuk Warga
Negara Belanda dan Warga Negara Indonesia masing-masing di daerah lainnya.
c) Aturan cara bagaimaaa
menyelesaikannya apabila dalam alat¬alat kelengkapan persekutuan itu tidak
dicapai semupakat.
d) Aturan cara bagaimana dan dengan
syarat-syarat apa alat-alat kelengkapan Kerajaan Belanda memberi bantuan kepada
Negara Indonesia Serikat, untuk selama masa Indonesia Serikat itu tidak atau
kurang cukup mempunyai alat-alat kelengkapan sendiri.
Pasal 11
1. Anggar-anggar itu akan direncanakan
kelak oleh suatu permusyawarahan antara wakil-wakil Kerajaan Belanda dan Negara
Indonesia Serikat yang hendak di bentuk itu.
2. Anggar-anggar itu terus berlaku
setelah dibenarkan oleh majelis-¬majelis Perwakilan Rakyat kedua belah pihak
masing-masingnya.
Pasal 12
Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia
akan mengusahakan supaya terwujudnya negara Indonesia Serikat dan Persekutuan
Belanda-Indonesia telah selesai sebeluni 1Januari 1949.
Pasal 13
Pemerintah Belanda dengan segera akan melakukan
tindakan¬tindakan agar supaya, setelah terbentuknva persekutuan Belanda -
Indonesia itu, didapatkan Negara Indonesia Serikat diterima menjadi anggota di
dalam Persekutuan Bangsa-bangsa.
Pasal 14
Pemerintah Republik Indonesia mengaku hak-hak orang-orang
bukan, bangsa Indonesia akan menuntut dipulihkan hak-hak mereka yang dilakukan
dan dikembalikan barang-barang milik mereka, yang lagi berada di dalam daerah
kekuasaannya Defacto. Sebuah panitia bersama akan dibentuk untuk
menyelenggarakan pemulihan atau pengambilan itu.
Pasal 15
Untuk mengubah sifat Hindia, sehingga susunannya dan cara
kerjanya
seboleh-bolehnya sesuai dengan pengakuan Republik Indonesia dan
dengan bentuk susunan menurut hukum negara, yang direkakan itu, maka
Pemerintah Belanda akan mengusahakan supaya dengan segera dilakukan aturan-aturan undang-undang. Akan supaya sementara menantikan berwujudnya Negara Indonesia Serikat dan Persekutuan Belanda-Indonesia itu. Kedudukan kerajaan Belanda dalam Hukum Negara dan Hukum Bangsa-bangsa disesuaikan dengan keadaan itu.
seboleh-bolehnya sesuai dengan pengakuan Republik Indonesia dan
dengan bentuk susunan menurut hukum negara, yang direkakan itu, maka
Pemerintah Belanda akan mengusahakan supaya dengan segera dilakukan aturan-aturan undang-undang. Akan supaya sementara menantikan berwujudnya Negara Indonesia Serikat dan Persekutuan Belanda-Indonesia itu. Kedudukan kerajaan Belanda dalam Hukum Negara dan Hukum Bangsa-bangsa disesuaikan dengan keadaan itu.
Pasal 16
Dengan segera setelah persetujuan ini menjadi maka kedua
belah pihak melakukan pengurangan kekuatan angkatan balatentaranya,
masing-masing kedua belah pihak akan bermusyawarah tentang sampai seberapa dan
lambat cepatnya melakukan perundingan itu demikian juga tentang kerja sama
dalam hat ketentuan.
Pasal 17
1. Untuk kedamaian bersama yang
dimaksudkan dalam Persetujuan ini Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik
Indonesia, hendak diwujudkan sebuah badan yang terdiri dari pada
delegasi-delegasi yang ditunjukan oleh tiap-tiap pemerintah itu masing-masing
dengan sebuah sekretariat bersama.
2. Pemerintah Belanda dan Pemerintah
Republik Indonesia bilamana ada tumbuh perselisihan berhubungan dengan
persetujuan ini, yang tidak dapat diselesaikan dengan perundingan antara dua
delegasi yang tersebut itu, akan menyerahkan keputusan kepada Arbitrage. Dalam
hal itu persidangan delegasi-delegasi itu akan ditambah dengan ketua bangsa
lain dengan secara memutuskan yang diangkat dengan semupakat antara kedua belah
pihak delegasi itu, atau jika tidak berhasil semupakat itu, diangkat oleh ketua
Dewan Pengadilan Intemasional.
PASAL PENUTUP
Persetujuan ini dikarangkan dalam bahasa Belanda dan
Bahasa Indonesia kedua naskah itu sama ketentuannya.
2.3.1 ISI POKOK PERSETUJUAN LINGGARJATI
- Belanda
mengakui secara de fakto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatra, Jawa, Madura.
- Republik
Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Indonesia
Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
- Republik
Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan
Ratu Belanda selaku ketuanya.
Wilayah RIS dalam kesepakatan tersebut mencakup daerah
bekas Hindia Belanda yang terdiri atas: Republik Indonesia, Kalimantan, dan
Timur Besar. Persetujuan tersebut dilaksanakan pada 15 November 1946 dan baru
memperoleh ratifikasi dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada tanggal
25 Februari 1947 yang ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana
Negara, Jakarta. Hasil Perjanjian Linggarjati memiliki kelemahan dan keuntungan
bagi Indonesia. Kelemahannya, bila ditinjau dari segi wilayah kekuasaan, daerah
RI menjadi sempit. Tetapi bila ditinjau dari segi keuntungannya, kedudukan
Indonesia di mata internasional semakin kuat karena banyak negara seperti
Inggris, Amerika, dan negara-negara Arab mengakui kedaulatan negara RI. Hal ini
tidak terlepas dari peran politik diplomasi Indonesia yang dilakukan oleh Sutan
Syahrir, H. Agus Salim, Sujatmoko, dan Dr. Sumitro Joyohadikusumo dalam sidang
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia Perjanjian
Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia,
contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia,
dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian
itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan
kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah
mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota
Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung
perundingan linggarjati. Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus.
Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan
bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21
Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari
perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan
Linggajati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang
menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Linggarjati adalah kota kecil yang
berda disekitar 21 km sebelah barat Cirebon. Perundingan Linggarjati
dilaksanakan pada tanggal 10-15 November 1946. dalam perundingan Linggarjati
delegasi Indonesia dipimpin perdana Menteri Sutan Syahrir, sedangkan delegasi
Belanda diwakili oleh Prof. S. Schemerhorn dan Dr. H,J. Van. Mook. Penengah dan
pemimpin perundingan dari pihak Inggris, yaitu Lord Killeam. Hasil perundingan
diumumkan pada tanggal 15 November 1946 dan telah tersusun sebagai naskah
persetujuan yang terdiri atas 17 pasal, antara lain berisi sebagai berikut:
- Belanda
mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de
facto paling lambat 1 Januari 1949.
- Republik
Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia
Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya
adalah Republik Indonesia
- Republik
Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda
dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
. Dalam perjanjian Linggajati ini pihak RI ditandatangani
oleh Sutan Sjahrir, Mr.Moh.Roem, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, dan A.K.Gani,
sedangkan dari pihak Belanda ditandatangani oleh Prof.Schermerhorn, Dr.van
Mook, dan van Poll. Hasil perundingan Linggarjati menimulkan berbagai pendapat
pro dan kontra di kalngan partai politik di Indonesia. Perundingan Linggarjati
merugikan pihak Reopublik Indonesia krena wilayahnya semakin sempit, yaitu
hanya meliputi Jawa, Madura dan Sumatera. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur
Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi
dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer
Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia
dan Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. I Nyoman Dekker.SH. 1965. Sejarah Indonesia baru
1800-1950.
Ricklefs
M.C.2008.Sejarah Indonesia Modern 1200-2008.PT Serambi Ilmu Semesta: Jakarta
Zulkipli .2008. agresi milter belanda 1 & 2 (PI)
1925. www.Google.com Di unduh tanggal 3 November 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Masukan komentar anda