Jumat, 14 Maret 2014

PENGAJARAN BERDASARKAN PENGALAMAN


A.    PENGERTIAN PENGAJARAN BERDASARKAN PENGALAMAN
Pengajaran berdasarkan pengalam melengkapi siswa dengan  suatu alternatif pengalaman belajar dengan menggunakan pendekataan kelas, pengarah guru misal nya metode ceramah. Strategi pengajaran ini  menyediakaan kesempataan kepada siswa untuk melakukan kegiataan belajar secara aktif dengan personalisasi.
Rumusan pengertiaan  tersebut menunjuukan bahwa pelajaran berdasarkan pengalaman memberi para siswa seperangkat atau serangkai situasi situasi belajar dalam bentuk keterlibatan pengalam sesungguhnya yang di rancang oleh guru. Cara ini mengarahkan para siswa ke dalam eksporisas yang alami dan investigasi langsung ke dalam suatu situasi pemecahan masalah atau daerah mata ajaran tertentu.
1.      Untuk menambah rasa percaya diri dan kemampuan pelajaran melalui partisipasi belajar aktif (berlawaan dengan partisiapasi pasif)
2.       Untuk menciptakan interkasi sosial yang positif guna memeperbaiki hubungan sosial dalam kelas.
Startegi ini di landasi teori john dewey, yakni prinsip belajar sambil berbuat ( learning by doing). Prinsip ini beradasrkan asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibataan secara aktif dan personal, di bandingkan dengan bila mereka hanya melihat mater atau konsep. Penelitian menunjukan bahwa kemampuan siswa dlam memecahkan masalah, meningkat apabila guru menerima peranan nonintervensi.
B.     PELAKASAAN TEKNIK PENGAJARAN BERDASARKAN PENGALAMAN
Prosedur untuk mempersiapkan pengalaman belajar sambil berbuat bagi siswa adalah sebagai berikut.
1.      Guru merumuskan secara seksama suatu rencana pengalaman belajar yang bersifat terbuka (open minded) mengenai hasial yang potensial atau memiliki hasil hasil alternatif tertentu
2.      Guru memberikan rangsangan dan motivasi pengenalan tehadapat pengalaman.
3.      Siswa dapat bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok kelompok kecil atau keseluruhan kelompok didlam belajar berdasarkan pengalaman.
4.      Para siswa di tempatkan di dalam situasi situasi nyata pemcahan maslaah, bukan dalam situasi pengganti.
CONTOH : di dalam kelompok kecil siswa membuat miniatur kota dengan menggunakan potongan potongan kayu, bukan menceritakan cara membangun suatu miniatur kota.
5.      Siswa aktif  berpartisipasi di dalam pengalam yang tersedia, membuat keputusan tersendiri, dan menerima konsekunsi berdasrkan keputusan tersebut.
6.      Keseluruhan kelas menyajikan pengalam yang telah di pelajari sehubungan dengan mata ajaran tersebut untuk memperluas belajar dan pemahaman guru melaksanakan pertemuan yang membahas bermacam macam pengalaman tersebut.
Pertemuan pembahasan teridir dari 4 bagian, yakni review, analisis, distilasi, dan itegrasi.
1.      Review terhadap peristiwa secara terperinci atau mendetail.
2.      Menganalisis aspek aspek peristiwa. Guru harus membantu siswa mengidentifikasi masalah sentar atau isu yang berkaitan dengan peristiwa.
3.      Mendistilasi prinsip prinsip dan nilai premisid yang berkaitan dengan peristiwa.
4.      Mengitegrasikan pengalam baru ke dalam kerangka belajar siswa. Guru menghubunkan pengalaman baru itu dengan pengetahuan yang di miliki siswa.
Dengan cara melaksanakaan pertemuan, pembahasaan tersebut mendefiniskan apa yang terjadi, dan pembagian temuan merupakaan karakteristik yang membedakanya dengan strategi pembelajaran. “belajar  pongalamaan” (experiental learning). Belajar pengalaman terutama berpusat kepada siswa pengalaman pengalaman belajar yang bersifat terbuka dana siswa pembimbing diri sendiri.
C.     BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING)
Penerapaan pengajaraan berdasrkan pengalaman lainya adalah bermain peran. Pada umumnya kebanyakaan siswa 9 atau yang lebih tuamenyenagani penggunaan startegi ini karena berkenaan  dengan isu isu sosial dan kesempataan komunikasi interpersonal di dalam kelas. Di dalam bermain, peran guru menerima peran noninterpersonal di dalam kelas. Siswa menerima karakter, perasaan, dan ide ide orang lain dalam suatu situasi yang khusus.
Ada beberapa keuntungan penggunaan pendekataan intruksional ini yang di dalam kelas, yaitu pada waktu di laksaaankanya bermain peran, siswa dapat bertindak dan mengekspresikan perasaan dan pendapat tanpa khawatir mendapat sanksi. Mereka dapat pula mengurang idan mendiskusikan isu isu yang bersifat manusiawi dan pribadi tanpa ada kecemasaan. Bermain peran memungkinkan para siswa untuk mengindentifikasi situasi situasi dunia nyata dengan ide ide oranh lain.






Dalam rangka menyiapkan suatu situasi bermain peran di dalam kelas guru mengikuti langkah langkah sebagai berikut
1.      Persipaan dan itruksi
a.       Guru memilki situasi atau di lema bermain peran
Situasi situasi masalah yang di pilih harus menjadi “sosiodrama” yang menitik beratkan pada jenis peran. Masalah dan situasi familier, serta penting nya bagi siswa. Keseluruhan situasi harus di jelaskan.
b.      Sebelum pelaksanaan bermain peran, siswa harus mengikuti latihan pemanasaan, latihan latihan ini di ikuti oleh semua siswa baik sebgai partisipasi aktif maupun sebagai para pengamat aktif. Latihan latihan ini di rancang untuk menyiapkan siswa, membantu mereka mengembangkan imajinasinya, dan utnuk membentuk kelompokan dan iteraksi. Misalnya latihan pantomim.
c.       Guru memberikan intruksi khusus kepada peserta bermain peran setelah memberikan penjelasaan pendahuluan kepada keseluruhan kelas. Penjelasaan tersebut meliputi latar belakang dan karakter karakter dasar melalui tulisan atau penjelasaan lisan.
d.      Guru memberitahukan peran peran yang akan di izinkan serta memberikan intruksi intruksi yang bertalian dengan masing masing peran kepada para audience. Para audience di upayakan mengambil bagian secara aktif dalam bermain peran itu. Untuk kelas itu di bagi dua kelompok. Yakni kelompok pengamat dan kelompok spekulator, masing masing melaksanakaan fungsi nya. Kelompok 1 bertindak sebagai pengawas bertindak mengamati : (1) perasaan individu karakter (2) karakter karakter khusus yang di inginkan dalam situasi dan (3) mengapa karakter merescpon cara yang mereka lakukan.

2.      Tindakaan dramatik dan diskusi
a.       Para kator terus melkukan peranan sepanjang situasi bermain peran, sedangkan para audience berpatisipasi dalam penugasaan awal kepada pemeran.
b.      Bermain peran harus berhenti pada titik titik penting apabila terdapat tingkah laku tertentu yang menuntut di hentikanya permaianan tersebut.
c.       Kesluruhan kelas selanjut nya berpartisipasi dalam diskusi yang terpusat pada situasi beramian peran. Masing masing kelompok audience diberi kesempataan untuk menyampaikan hasil obesrvasi dan reaksi reaksinya.
3.      Evaluasi bermaian peran
a.       Siswa memberikan keterangan, baik sevara tertulis maupun dalam kegiataan diskusi tentang keberhasilan dan hasil hasil yang di capai dalam bermain peran. Siswa di perkenalkan meberikan komentar evaluatif tentang bermain peran yang telah di laksanakaan.
b.      Guru menilai efektivitas dan keberhasilan bermain peran. Dalam melkukan evaluasi ini, guru dapat menggunkan komentar evaluatif dari siswa, catatan yang di buat oleh guru selama berlangsungnya bermain peran. Berdasrkan evaluasi tersebut, selanjutnya guru dapat menentukan tingkat perkembangaan pribadi, sosial dan akademik para siswa nya.
c.       Guru membuat bermain peran yang telah di laksanakaan dan telah dinilai tersebut dalam sebuah jurnal sekolah (kalau ada), atau pada buku catatan guru. Hal ini penting untuk pelaksaaan peran atau untuk perbaikan bermain peran selanjutnya.























KESIMPULAN :
Pengajaran berdasarkan pengalam melengkapi siswa dengan  suatu alternatif pengalaman belajar dengan menggunakan pendekataan kelas. Dengan  Tujuan Untuk menambah rasa percaya diri dan kemampuan pelajaran melalui partisipasi belajar aktif (berlawaan dengan partisiapasi pasif) Dan
 Untuk menciptakan interkasi sosial yang positif guna memeperbaiki hubungan sosial dalam kelas. prinsip belajar sambil berbuat ( learning by doing). Prinsip ini beradasrkan asumsi bahwa para siswa dapat memperoleh lebih banyak pengalaman dengan cara keterlibataan secara aktif dan personal, di bandingkan dengan bila mereka hanya melihat mater atau konsep. Penelitian menunjukan bahwa kemampuan siswa dlam memecahkan masalah, meningkat apabila guru menerima peranan nonintervensi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masukan komentar anda