Senin, 03 Maret 2014

Sejarah perekonomian



Perbandingan perekonomian Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit

·         Perekonomian zaman kerajaan Sriwijaya
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja - raja di India. Kekayaan yang melimpah ini telah memungkinkan Sriwijaya membeli kesetiaan dari vassal-vassal-nya di seluruh Asia Tenggara. Dengan berperan sebagai entreport atau pelabuhan utama di Asia Tenggara, dengan mendapatkan restu, persetujuan, dan perlindungan dari Kaisar China untuk dapat berdagang dengan Tiongkok, Sriwijaya senantiasa mengelola jejaring perdagangan bahari dan menguasi urat nadi pelayaran antara Tiongkok dan India.
Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Borobudur yaitu menggambarkan Kapal Borobudur, kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar yang melayari lautan Nusantara sekitar abad ke-8 Masehi. Fungsi cadik ini adalah untuk menyeimbangkan dan menstabilkan perahu. Cadik tunggal atau cadik ganda adalah ciri khas perahu bangsa Austronesia dan perahu bercadik inilah yang membawa bangsa Austronesia berlayar di seantero Asia Tenggara, Oseania, dan Samudra Hindia. Kapal layar bercadik yang diabadikan dalam relief Borobudur mungkin adalah jenis kapal yang digunakan armada Sailendra dan Sriwijaya dalam pelayaran antarpulaunya, kemaharajaan bahari yang menguasai kawasan pada kurun abad ke-7 hingga ke-13 masehi.
Selain menjalin hubungan dagang dengan India dan Tiongkok, Sriwijaya juga menjalin perdagangan dengan tanah Arab. Kemungkinan utusan Maharaja Sri Indrawarman yang mengantarkan surat kepada khalifah Umar bin Abdul-Aziz dari Bani Umayyah tahun 718, kembali ke Sriwijaya dengan membawa hadiah Zanji (budak wanita berkulit hitam), dan kemudian dari kronik Tiongkok disebutkan Shih-li-fo-shih dengan rajanya Shih-li-t-'o-pa-mo (Sri Indrawarman) pada tahun 724 mengirimkan hadiah untuk kaisar Cina, berupa ts'engchi (bermaksud sama dengan Zanji dalam bahasa Arab).
Pada paruh pertama abad ke-10, di antara kejatuhan dinasti Tang dan naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak, terutama Fujian, kerajaan Min dan kerajaan Nan Han dengan negeri kayanya Guangdong. Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini.


·         Pekenomian zaman kerajaan Majapahit
Ekonomi Majapahit sebagaimana ekonomi kebanyakan kerajaan di Jawa bertumpu pada kegiatan pertanian, ini terlihat dari pusat kerajaan Majapahit yang juga terletak di pedalaman. Namun jika dilihat lebih jauh Majapahit ekonomi Majapahit juga ditopang oleh perdagangan. Kombinasi kedua unsur ekonomi ini memberi kekuatan bagi Majapahit, yang juga menjadi sifat Jawa sebelumnya, yaitu kekuatan demografis.
Pertanian di Jawa sangat menjadikan masyarakat Jawa terikat pada institusi desa yang terikat dalam jaringan yang disebut wanua. Institusi inilah yang kemudian menggerakkan jalannya perdagangan dengan pihak luar. Dalam hal ini perdagangan lebih didominasi oleh perdagangan hasil pertanian pokok. Jaringan pasar lokal antar wanua ini sering disebut sebagai pkên.
Pertanian Jawa sejak sebelum Majapahit sangat kuat. Ini terlihat dari dibuatnya Borobudur beberapa abad sebelumnya yang mengindikasikan pertanian Jawa dapat mencukupi pekerjaan missal tersebut. Selain itu pada masa Majapahit di Jawa juga terdapat beberapa candi yang dibangun. Kekuatan demografi ini juga mendukung kebijakan ekspansi yang dilakukan oleh Majapahit.
Kekuatan demogrsfi ini terlihat sangat besar jika kita membandingkan Jawa pada masa Majapahit dengan luar Jawa. Semananjung Malaya pada abad 14 memiliki penduduk sebanyak 200 ribu saja, seukuran kota kecil masa kini, sedangkan Jawa pada saat yang sama memiliki penduduk sebanyak 3 juta orang.
Majapahit juga melakukan perdagangan dengan bangsa luar. Ini terlihat kebijakan penguasaan langsung pelabuhan di hilir sungai Brantas. Meski ibukota Majapahit terletak jauh di pedalaman, ibukota terhubung langsung dengan pelabuhan tersebut melalui sungai tersebut. Produk-produk utama Jawa adalah bahan pangan(beras), tekstil kasar(atau kapas), dan tenaga kerja(budak).
Selain itu motif ekonomi juga terlihat dalam politik ekspansi yang dilakukannnya. Ekspansi - ekspansi yang dilakukannya dilakukan dalam rangka membentuk jaringan kerajaan vassal untuk memperoleh upeti yang akan menjadi produk perdagangan. Selain itu tujuan lain yang lebih utama dalam ekspansi Majapahit adalah untuk memperoleh kontrol atas pelabuhan - pelabuhan dagang utama di Asia Tenggara(dengan kata lain monopoli). Tindak politis yang dilakukan bisa berupa penghancuran pelabuhan atau penaklukan.

o   Perbandingan Perekonomian Sriwijaya dan Majapahit
Perdagangan pada zaman kerajaan Sriwijaya menjadi pengendali perekonomian Nusantara dengan menduduki Selat Sunda dan Selat Malaka yang pada saat itu menjadi jantung perdagangan Nusantara dengan Negara – negara luar seperti India dan Tiongkok ( Cina ) sedangkan pada kerajaan Majapahit yang awalnya mengembangkan diri dari sektor pertanian mulai menyalin perdagangan dengan dunia luar terbukti dari kebijakan penguasaan langsug pelabuhan di hilir sungai brantas. Untuk hal – hal yang diperdagangkan oleh Sriwijaya sehingga terkenal yaitu kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah sedangkan pada Majapahit sendiri dari hasil pertanian yang ada di kerajaan mereka. Motif perekonomian yang dilakukan Sriwijaya yaitu untuk memonopoli perdagangan laut Asia tenggara sehingga pedagang lain tunduk pada mereka dan juga Sriwijaya memiliki jejaring pelabuhan bahari sedangkan untuk Majapahit sendiri motif mereka yaitu berupa politik Ekspansi yang dilakukan dalam rangka membentuk jaringan kerajaan vassal untuk memperoleh upeti yang akan menjadi produk perdagangan dan juga dalam berupa penghancuran atau  penaklukan pelabuhan..

Van leur melukiskan bahwa ketika itu asia terdapat dua jalan perniagaan besar yaitu  melalaui darat dan lautan. Jalan darat di sebut ajaln sutera yang di mulai dari tiongkok, melalaui asia tengah dari tukestan sampai laut , di mana jalan ini berhubungan juga dengan jalan jalan kafilah dari india.
            Selanjutnya van leur menerangkan bahwa jalan yang melalui laut ialah dari tiongkok dan indonesia, melalui selat malaka ke india dari sini ada yang ke teluk persia, melalui suriah kelaut tengah ada yang laut merah, melalui mesir dan sampai juga kelaut tengah (JC. Van Leur 1967)
            Perdangan di indonesia yaitu kerajaan kerajaan tradisional di sebutkan Van leur mempunyai sifat kapasitas. Lebih jelas di sebut sebagai kapitalisme politik dimana pengaruh raja raja dari kepala negeri dalam perdagangan itu sangat besar. Dalam perkembanagn kapitalisme semacam itu terbagi atas dua bentuk yaitu kapitalsime modern dan kapitalisme perdagangan.
            Kerajaan sriwijaya adalah kerajaan pantai, negara pernaiagaan dan negara yang berkuasa di laut. Kekuataan serta kekayaan di sebabkan perdangan internasional melalui selat malaka, jadi berhubungan dengan jalan raya perdanagan internasional dari asia timur ke asia barat dan eropa. Jalan tersebut selama lima belas abad mempunyai arti yang penting dalam sejarah. Sriwiajaya adalah pusat perdangan penting yang pertama pada jalan raya ini, kemudian diganti oleh tempat tempat atau kota lain.
            Kapal yang melalui selat melaka singgah di pelabuhan pelabuhan untuk mengambil air minum serta barang barang perbekalan lainya. Bebrapa pelabuhan di pantai selat ini penting artinya  sebagai pelabuhan perbekalan dan oleh karena itu seriwijaya berusaha untuk memonopoli serta menguasai daerah pesisir kedua belah pantai selat malaka ini. Usahnya berhasil, daerah jambi, daerah lampung, semenanjung malaka dan tanah genting kra di kuasai , bahkan pulaau silan pun lama seklai diduduki oleh sriwijaya setelah perang dengan raja cola di india dalam abad  ke 11. Pada tahun 767 sriwijaya merampas tonkin (indochima, hindia belakang ). Pelayaran sriwijaya meliputi lautan  sampai india dan hindia belakang bahkan mungkin sampai ke madagaskar. Kapal kapal yang melalui perairan sriwijaya di wajibkan singgah di pelabuhan pelbuhan sriwijaya tersbut sebagai kerajaan yang mengadakan “paksaan manimbung barang”
            Raja sriwijaya  mempunyai kapal kapal sendiri. Kekayaan harta benda raja serta kaum bangsawan berasal dari usaha perdangan sendiri, dari bea bea yang di pungut dari perdangan perdangan yang melalui kerajaan, serta dari peperangan dan pembajakaan laut. Selain itu itu ada perdangan keliling yang di selenggarakan oelh saudagar saudagar kelontong. Selama beberapa abad sriwijaya berfungsi sebagai pelabuhan samudera pusat perdagangan, dan pusat kekuasaan yang menguasai pelayaran dan perdangan di bagian barat indonesia, semenanjung malaya, selat malaka , sumatera utara, selat sunda  kesemuanya masuk lingkungan kekuasaan srwijaya. Oelh meilink roelofsz di gambarkan bahwa barang barang yang di perdagangkan di sana ialah teksil, kapur barus, mutiara, kayu berharga, rempah rempah, gading, kain katun, dan sengkelat, perak , emas, sutera , rempah rampah dan sebaginya. (meilink roelofsz 1962). Sebagai pusat perdagangan, sriwijaya sering di kunjungi oleh para pedanagn dari persia, arab dan cina yang memperdangkan barang barang dari negerinya atau negeri yang di laluinya. Sedangkan pedagang jawa membelinya dan menjual rempah rempah.
            Di samping sriwijaya muncul kerajaan kerajaan jawa, terutama di jawa tengah dan timur. Struktur kerajaan kerajaan ini berbedaan dengan sriwijaya. Pusat kerajaan tidak terletak di pantai, melainkan didaerah pedalaman, sudah sejak dahulu penduduk pulau jawa lebih banyak di bandingkan pulau sumatera. Banyak sumber sejarah menerbitkan bahwa kerajaan kerajaan jawa timur mempunyai perdangan lautan yang luas. Namun kekuasaanya tidak berdasarkan pada perniagaan melainkan pertanian yaitu : pada usaha kaum tani, pada ekonomi desa dan pada kerja rodi sera kewajiban para petani, untuk menyerahkan sebagaian dari hasil buminya kepacia para penguasa.
            Perekonomian pada zaman majapahit dititik beratkan pada sektor pertanian masa itu dapat di kelompokan menjadi dua sistem pertanian yaitu pertanian dengan sistem irigasi dan sistem non irigasi . sistem irigasi sebenarnay sudah di kenal masyarakat kita jauh sebelum datangnya  pengaruh kebudayaan india yaitu sistem pertanian terasering ( disusun berundak undak ) kemudian dengan masuk nya kebudayaan dari luar.sistem terasering tersebut semakin sempurna menjadi menjadi pertanian  dengan sistem irigasi tau pengairan. Bukti bahwa  pada masa  majapahit sitem pengairan ini sudah maju dapat di lihat dari banyak waduk waduk atau bendungan yang didirikan lengkap dengan saluran sekundernya. Salah satu waduk penampung pada masa itu adalah waduk air di trowulan yang di sebut dengan nma waduk segaran.
            Pertanian non irigasi banyak di jumpai terutama di daerah lereng lereng pegunugan dan daerah daerah dekat hutan di kenal dengan nama tegalan tau pagagan. Oelh karena sistem pertanian semacam itu kurang produktif  di bandingakn dengan swah maka luas wilaya pagagan lebih kecil di bandingkan dengan tanah persawahan.


Sumber :
-       Wayan, dkk. 2002. Sejarah awal : pt. Widyadara
-       Lerissa, dkk. 1996. Sejarah perekonomian indonesia, jakarta L depdikbud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masukan komentar anda